Halo selamat datang di MyUrbanNorth.ca. Dalam artikel kali ini, kita akan membahas topik penting mengenai swamedikasi dan panduan pengaturannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Pendahuluan
Swamedikasi merupakan tindakan penggunaan obat tanpa resep dokter oleh individu untuk mengatasi keluhan kesehatannya sendiri. Praktik ini telah menjadi hal yang umum di masyarakat modern. Namun, penting untuk memahami prinsip-prinsip yang benar dan aman dalam melakukan swamedikasi agar terhindar dari risiko yang tidak diinginkan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang swamedikasi melalui Permenkes Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Tradisional untuk Keperluan Swamedikasi Masyarakat. Permenkes ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi masyarakat dalam menggunakan obat-obatan secara aman dan bertanggung jawab.
Beberapa dasar hukum yang menjadi landasan penerbitan Permenkes Nomor 27 Tahun 2020 antara lain:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kefarmasian
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 700/Menkes/SK/VII/2016 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 953/Menkes/SK/VII/2007 tentang Daftar Obat Bebas
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 376/Menkes/SK/II/2017 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 155/Menkes/SK/II/2012 tentang Daftar Obat Tradisional yang Dapat Digunakan untuk Keperluan Swamedikasi
Dengan memahami pedoman yang diatur dalam Permenkes, masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara tepat dan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi.
Prinsip-Prinsip Swamedikasi yang Aman
Prinsip-Prinsip Swamedikasi yang Aman
Menurut Permenkes, swamedikasi yang aman harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Obat yang digunakan harus terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan termasuk dalam kategori obat bebas atau obat tradisional yang diizinkan untuk swamedikasi.
- Keluhan kesehatan yang diobati harus sesuai dengan indikasi yang tercantum pada kemasan obat.
- Dosis dan cara penggunaan obat harus diikuti sesuai dengan petunjuk pada kemasan atau sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan.
- Swamedikasi tidak boleh dilakukan lebih dari 3 hari berturut-turut atau sesuai dengan petunjuk pada kemasan obat.
- Apabila gejala tidak membaik atau bahkan memburuk setelah melakukan swamedikasi, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, masyarakat dapat meminimalkan risiko yang terkait dengan swamedikasi, seperti efek samping yang tidak diinginkan atau interaksi obat yang merugikan.
Kelebihan Swamedikasi Menurut Permenkes
Kelebihan Swamedikasi Menurut Permenkes
Beberapa kelebihan swamedikasi yang dilakukan sesuai dengan Permenkes antara lain:
- Praktis dan mudah: Masyarakat dapat mengobati keluhan kesehatan ringan secara mandiri tanpa harus mengunjungi fasilitas kesehatan.
- Hemat waktu dan biaya: Swamedikasi dapat menghemat waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
- Mengurangi beban fasilitas kesehatan: Swamedikasi dapat membantu mengurangi beban pada fasilitas kesehatan karena masyarakat tidak perlu mendatangi fasilitas kesehatan untuk keluhan kesehatan ringan.
- Meningkatkan kesadaran kesehatan: Dengan melakukan swamedikasi, masyarakat menjadi lebih sadar akan kesehatan mereka dan cara mengelola keluhan kesehatan ringan.
- Menjaga kesehatan diri sendiri: Swamedikasi dapat membantu masyarakat menjaga kesehatan diri sendiri dengan mengelola keluhan kesehatan ringan secara tepat.
Keuntungan-keuntungan ini membuat swamedikasi menjadi praktik yang bermanfaat bagi masyarakat jika dilakukan secara aman dan bertanggung jawab.
Kekurangan Swamedikasi Menurut Permenkes
Kekurangan Swamedikasi Menurut Permenkes
Namun, swamedikasi juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan, antara lain:
- Risiko efek samping: Obat-obatan yang digunakan untuk swamedikasi tetap memiliki potensi efek samping, meskipun umumnya ringan.
- Interaksi obat: Swamedikasi dapat meningkatkan risiko interaksi antara obat-obatan yang berbeda, terutama jika masyarakat mengonsumsi lebih dari satu jenis obat.
- Penyalahgunaan obat: Swamedikasi dapat mengarah pada penyalahgunaan obat jika dilakukan secara tidak tepat, seperti penggunaan obat dalam dosis tinggi atau jangka waktu yang lama.
- Keterlambatan diagnosis: Swamedikasi yang tidak tepat dapat menunda diagnosis dan pengobatan yang tepat untuk kondisi kesehatan yang lebih serius.
- Resistensi obat: Penggunaan antibiotik yang tidak tepat melalui swamedikasi dapat berkontribusi pada resistensi obat, yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Kekurangan-kekurangan ini menekankan pentingnya melakukan swamedikasi dengan hati-hati dan mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Permenkes.
Kategori Obat yang Diizinkan untuk Swamedikasi
Kategori Obat yang Diizinkan untuk Swamedikasi
Permenkes Nomor 27 Tahun 2020 membagi obat menjadi dua kategori, yaitu obat bebas dan obat tradisional yang diizinkan untuk swamedikasi:
- Obat Bebas: Obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter dan aman untuk digunakan oleh masyarakat umum. Contoh obat bebas antara lain paracetamol, ibuprofen, antasida, dan obat batuk.
- Obat Tradisional: Obat yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang telah digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan. Contoh obat tradisional yang diizinkan untuk swamedikasi antara lain jamu, minyak kayu putih, dan madu.
Penting untuk diperhatikan bahwa obat-obatan yang termasuk dalam kategori obat bebas dan obat tradisional yang diizinkan untuk swamedikasi tetap harus digunakan dengan hati-hati dan sesuai dengan petunjuk pada kemasan.
Referensi
- [1] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Tradisional untuk Keperluan Swamedikasi Masyarakat.
- [2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
- [3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- [4] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kefarmasian.
- [5] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 700/Menkes/SK/VII/2016 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 953/Menkes/SK/VII/2007 tentang Daftar Obat Bebas.
- [6] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/Menkes/SK/II/2017 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 155/Menkes/SK/II/2012 tentang Daftar Obat Tradisional yang Dapat Digunakan untuk Keperluan Swamedikasi.
Disclaimer
Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti saran medis profesional. Sebelum melakukan swamedikasi, disarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan panduan dan memastikan keamanan dan efektivitas pengobatan.